Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perjuangan Kuliah Anak Desa Eps 1: Lulus Sekolah Menengah Atas

Ahmad Suherdi
   


Hari itu adalah hari pengumuman lulus sekolah. Pengumumannya yakni dibagikan lembaran kertas yang berada di dalam amplop berwarna putih. Rasa penasaranpun semakin menjadi - jadi. Sebelum mengetahui hasilnya, tiba – tiba rasa gembira bercampur ketakutan datang menghantui diriku. Aku gembira bila dinyatakan lulus, namun aku juga takut bila isi di dalam lembaran tersebut bertuliskan tidak lulus. Sungguh sesuatu yang mengecewakan pastinya bagi yang tidak lulus pada waktu itu.

Sedikit perkenalan, Namaku Ahmad Suherdi biasa dipanggil “Herdik”. Aku lahir di Jambi pada tanggal 28 Mei 1996. Kemudian aku pindah di kota Palembang tepatnya di daerah pedesaan. Kehidupan keseharian seperti sekolah dan bermain bersama teman-teman aku lakukan di desa ini. Desa Makarti Mulya Kec. Mesuji Kab. Oki, Palembang. 

Aku dan Teman-teman berkumpul disalah satu rumah teman bernama Dewi Rahayu. Dia adalah teman seangkatan. Sengaja lembar pengumuman diberikan pada waktu siang hari dan di rumah temanku agar tidak ada lagi konvoi kelulusan. Pihak sekolah memang melarang adanya konvoi di jalan-jalan. Pun, juga tidak diperbolehkan mencoret-coret baju. Lebih baik baju seragam yang masih layak pakai dikasihkan kepada orang yang membutuhkan.

Setelah satu persatu dibagikan amplop berisikan lembar pengumuman kelulusan, kemudian aku dan teman-teman bersama-sama membuka isi amplop putih tersebut. Bersyukur aku mendapatkan keterangan lulus. Teman-temanpun juga bergembira. Memang usaha yang bersungguh-sungguh pasti akan ada hasilnya. Mendapatkan sebuah kabar kelulusan memang sangat luar biasa sekali rasa bahagia di dalam hati ini.
 
Namun, ada beberapa teman sangat kecewa pada waktu itu. Sebab kertas di dalam amplop miliknya mengabarkan bahwa mereka tidak lulus. Alasan dinyatakan tidak lulus karena mereka dapat dikatakan sebagai murit yang kurang disiplin di dalam lingkungan sekolahan. Rasa sedih juga dirasakan teman – teman lainnya termasuk aku sendiri. 

Mereka yang tidak dinyatakan lulus kemudian dipanggil untuk menghadap guru. Mereka dinasehati agar tidak mengulangi perbuatan yang buruk dikemudian hari. Dengan tersenyum sang guru memberikan sebuah amplop lagi kepada mereka. Kemudian mereka membuka kertas di dalam amplop tersebut. Ternyata, itu adalah kertas yang berisi pemberitahuan tentang kelulusan mereka. Bersyukur ternyata lembaran yang pertama tadi diberikan tidaklah sungguh – sungguh. Bisa dikatakan prank buat mereka hehehe.  Kebahagiaankami akhirnya lengkap. Kami lulus bersama.

Hari kelulusan sudah terlewatkan. Keinginan melanjutkan ke jenjang kuliahpun aku rasakan. Akupun mulai mencoba-coba mendaftar ke perguruan tinggi ternama. Universitas Negeri Sriwijaya (UNSRI) Palembang dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) adalah dua tempat tujuanku melanjutkan pendidikan lebih tinggi.

Aku mencari infomasi pendaftaran kuliah melalui internet. Waktu itu aku memberanikan diri melakukan pendaftaran melalui jalur rapot. Memang sih nilaiku bukan yang terbaik di dalam kelas, namun apa salahnya untuk mencobanya. kemudian pihak sekolah membantuku melakukan mendaftaran melalui jalur penilaian raport tersebut. Aku mulai mengirim soft file persyaratan ke setiap perguruan tinggi yang aku tuju.

Setelah itu aku menunggu informasi kelolosan pendaftaran tersebut melalui internet. Jaringan internet pada kala itu masih menggunakan jaringan 2G. Memang aku hidup disebuah desa terpencil dan jauh dari kemewahan dan kecanggihan seperti di kota. 

Akhirnya pengumuman sudah disebarkan melalui internet. Aku membuka link yang sudah bagikan oleh panitia pelaksanaan seleksi masuk perguruan tinggi. Saat itu, Aku membuka internet dengan menumpang jaringan wifi di warnet terdekat. Banyak sekali nama-nama peserta dengan jurusan mereka masing-masing. Pada waktu itu, aku mengambil jurusan psikologi di UNY dan jurusan bahasa Indonesia di UNSRI. Aku mencari namaku dan pada akhirnya ketemu. Dengan hati berdebar – debar aku klik dan ternyata ada pemberitahuan “maaf anda belum beruntung coba lagi”. 

Seketika itu, perasaanku kecewa dan berpikir bahwa tidak bisa melanjutkan kuliah. Aku dan teman-teman kemudian sowan ke salah satu guru yang pernah mengajar di MTs. Aku, Widi Lesmono, Agus Rahman, dan Toharoh bersama-sama menuju rumah guru bernama bapak Khoiri. Kami sepakat untuk meminta bantuan kepada guru kami agar didaftarkan disalah satu perguruan tinggi.

Pada waktu itu kami berangkat bersama-sama menuju rumah beliau dengan menaiki motor. Terlihat pintu rumah beliau masih di buka dan kami yakin beliau masih mau menerima tamu. Sesampai di depan pintu rumah beliau, kemudian kami bersama-sama mengucapkan salam “assalamu’alaikum”. “wa’alaikumussalam, lho kalian, silahkan masuk” terlihat bapak Khoiri tersenyum melihat kami sambil mempersilahkan kami masuk di ruang tamu.

Kami berempat masuk di dalam ruang tamu. Waktu itu kita berempat datang pada malam hari setelah shalat isya’.

Perlahan kami masuk, bersalaman dengan beliau sambil mencium tangan indah beliau berharap mendapatkan barokah dari sosok guru yang mulia. 

“Silahkan duduk” ucap bapak Khoiri sambil kami duduk bersama lesehan. “bagaimana kabar kalian semua?” tanya bapak Khoiri kepada kami sambil terseyum. 

“alhamdulillah baik-baik saja bapak” jawab kami dengan kompak. “bapak sendiri bagaimana kabarnya” ucap aku kepada bapak Khoiri.

“alhamdulillah baik juga. Oh iya bagaimana rencana kalian selanjutnya setelah lulus ini?” tanya bapak Khoiri tentang kelanjutan studi kami seolah beliau tahu maksud kedatanganku bersama teman-teman untuk mendapatkan informasi seputar masuk perguruan tinggi.

“Kami berencana melanjutkan kuliah pak” jawab aku sambil menatap teman-teman yang berada di sampingku.. “wah bagus itu belajar harus setinggi-tingginya” ucap beliau sambil memberi semangat motivasi kepada kami. Memang beliau sangat antusias sekali mendukung siswa-siswinya dalam menuntut ilmu setinggi-tinggi. 

“Iya pak, tapi kami belum diterima di perguruan negeri pak. Kami sudah mendaftar tapi belum bisa lulus seleksi” ucapku sambil menengok teman-teman yang berada di sampingku. 

“ohh jadi begitu, jangan menyerah masih banyak tempat perguruan tinggi lainnya” beliau dengan nada lembutnya berusaha meyakinkan kami untuk tidak menyerah. 

Setelah, beliau berdiri dan mengambil sebuah kertas dari dalam laci yang berada di ruang tamu. “Begini saja, ini bapak punya brosur kampus IAIN Tulungagung. Itu merupakan salah satu perguruan tinggi agama Islam negeri. Bapak dulu alumni di situ”. Dengan perlahan beliau mendekati kami sambil mengulurkan brosuk pendaftaran kampus tersebut.

Harapan kami mulai bangkit dengan diberikannya brosur pendaftaran tersebut. Kemudian kami mulai membuka brosur tersebut dan hal yang pertama kali saya lihat adalah gambar kampusnya. Sempat terbayang dibenakku pada waktu itu bahwa menjadi seorang mahasiswa pasti sangat keren sekali.

Terdapat banyak sekali jurusan di kampus tersebut yang kebanyakan menyediakan jurusan berbasis agama Islam. Pada waktu itu, aku tertarik mengambil jurusan pendidikan agama Islam. Belum terbayang sih nanti ketika lulus mau jadi apa, pokoknya aku harus bisa masuk kuliah dulu.

Melihat kesuksesan dari bapak Khoiri setelah kuliah menjadikanku semakin yakin untuk mendaftarkan diri kuliah di kampus tersebut.

“Jadi begini, bapak dulu pernah kuliah di kampus itu. Dulu jaman bapak masih kuliah namanya masih STAIN Tulungagung dan belum menjadi IAIN Tulungagung. Kemudian pada tahun 2014 ini telah diresmikan statunya menjadi IAIN”. Beliau menjelaskan tentang kampus kampus tersebut.

Kami berempat mendengarkan kisah beliau saat menjalani masa kuliah di kampus tersebut. Kisah beliu sungguh sangat luar biasa sekali karena selain menjadi mahasiswa, juga menjadi santri di pondok pesantren.

“Pak itukan kampus berbasis agama, apakah kita nanti akan menjadi Kyai?” tanya Widi dengan polosnya.

“Jadi begini, kuliah di kampus berbasis agama itu tidak harus menjadi Kyai. Kita kuliah itu berniat untuk menghilangkan kebodohan. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam hidup. Memang benar kampus yang bapak sarankan adalah kampus agama Islam, akan tetapi menjadi apapun kelak itu tergantung pada diri kita sendiri. Bila kita bersungguh-sunggu dalam belajar dan banyak wawasan, maka kita bisa menjadi apa saja yang bermanfaat bagi kehidupan di lingkungan masyarakat” jawab beliau dengan nada lembut penuh motivasi. 

"Nah itu Wid dengerin hehe” ucap Toha sambil tertawa.

Obrolan di malam itu sungguh sangat memberikan motivasi kepada kami untuk semakin bersemangat dalam menuntut ilmu di pulau Jawa. Tanpa pikir panjang kami pun membuka lembaran tersebut dan membaca setiap tulisan brosur tersebut. Tidak lama kemudian terlihat ibu Binti -istri bapak Khoiri keluar dari dapur sambil membawa makanan. Sungguh malam ini sangat nikmat sekali karena selain mendapatkan motivasi untuk melanjutkan studi juga mendapatkan makanan dan minuman. Inilah yang dinamakan rezeki anak sholeh ketika mempunyai niat untuk belajar dan belajar.

“Kalian bagaimana kabarnya? Sehat semua kan” tanya ibu Binti sambil menurunkan satu persatu makanan dan minuman dinampan. Kami juga ikut membantu menata makanan-makanan dan minuman yang tadi dibawa oleh beliau.  

“Alhamdulillah bu, kami sehat semuanya” jawabku sambi menyalami tangan mulai beliau. Satu persatu teman-teman juga bersalaman dengan beliau. Beliau dulu menjadi guruku saat masih sekaloh di Madrasah Tsanawiyah.

Pada kala itu, beliau mengajarkan kepada kami pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Cara mengajarnya juga sangat lembut dan sabar sehingga kami merasakan kenyamanan saat beliau mengajar di kelas.

“kampus IAIN Tulungagung yang sekarang ini memang sudah bagus sekali. Dulu bu Binti dan Pak Khoiri kuliah disana”. Ucap bu Binti yang semakin membuat aku dan teman-teman yakin untuk melanjutkan kuliah di kampus tersebut.

Mendengarkan kisah beliau berdua menjadikan semangat di dalam diriku menjadi bangkit dan tekatku sudah bulan untuk lenjut kuliah. Kami terus membaca dan berdiskusi dengan teman-teman akan masuk jurusan apa. Aku melirik pada jurusan pendidikan. Di situ terdapat banyak sekali pilihannya,seperti Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Guru Ibtidaiyah dan masih banyak lainnya.

Kami berempat memutuskan jurusan kita masing-masing. Aku pengambil jurusan Pendidikan Agama Islam, Toha mengambil jurusan Hukum Keluarga, Widi mengambil jurusan Ekonomi Syariah dan Agus mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam sama sepertiku.

Setelah memutusakan pilihan jurusan yang akan kami jalani nantinya, kemudian masing-masing dari kami bilang ke bapak Khoiri. “Pilihan kalian semua itu sudah bagus. Kalian adalah generasi penerus bangsa. Khususnya di desa makarti mulya ini. Siapa lagi kalau bukan kalian semua. Pesan bapak belajarlah yang rajin dan bersungguh-sungguh. Jangan sampai mengecewakan bapak dan orang tua kalian. Kalian harus sabar dalam belajar. Niatkan semua belajar itu sebagai sarana untuk menghilangkan kebodohan. Ingat pesan bapak ini ya”. Perkataan beliau ini membuat diriku semakin bersemangat dan yakin untuk melanjutkan kuliah.

Tidak terasa, malam semakin larut. Kami berpamitan pulang untuk keesokan harinya mendaftarkan diri di kampus tersebut. Perasaanpun senang mendapatkan setitik cahaya harapan untuk bisa kuliah. Semoga bisa menjaga amanah dan bisa selalu bersemangat belajar dengan bersungguh-sungguh. Smoga.  


1 komentar untuk "Perjuangan Kuliah Anak Desa Eps 1: Lulus Sekolah Menengah Atas"